Nyobain KRL ke Kebun Raya Bogor


"DESTINASI SESEORANG BUKANLAH SEBUAH TEMPAT, MELAINKAN CARA BARU UNTUK MELIHAT SESUATU."


07.08.2016

Teman: "Hari minggu kita ke Bogor yuk! Naik Commuter Line ya!"
Gue: "Ayoo! Wait...! Ke Bogor? Naik Commuter Line?"

Salah seorang teman yang aktif banget jalan-jalan (tiap bulan bahkan tiap minggu ngayap terus bro!) tiba-tiba aja ngajak gue untuk ketemuan. Gak tanggung-tanggung, Bogor jadi pilihan dia untuk kita ketemuan. "Hmmm... kenapa gak hangout makan atau ngopi cantik ke Mall aja sih?" batin gue. Menurut gue Bogor udah terlalu biasa karena gue udah sering kesana. Tapi karena gue belum pernah naik Commuter Line (Kereta Rel Listrik atau KRL) dan ongkos perjalanannya murah-meriah, akhirnya gue setujui ajakannya. Itung-itung cari pengalaman baru sekaligus isi waktu luang seru di hari minggu. ^^

Minggu jam 05.00 pagi gue pun meluncur menuju stasiun Kota, tempat yang udah ditentukan dari awal untuk gue bertemu dengan sang empunya ide jalan-jalan kali ini. Perjalanan dari Kalideres (rumah) menuju stasiun Kota cuma memakan waktu setengah jam karena ini adalah hari minggu dan hari masih terlalu pagi. Setelah sampai di stasiun Kota dan ketemu dengan temen, gue diarahkan untuk membeli tiket. Jujur, gue belum terlalu ngerti sistem dan cara membeli atau cara pakai tiket kereta listrik ini. Selain itu, gue juga belum tau jenis-jenis kartu apa yang harus gue pakai, apakah untuk sekali jalan atau untuk member. Maklum, pengalaman pertama jadi orang Jakarta yang sebenarnya, hehe.

Matahari terlihat malu-malu menampakan diri diantara kereta-kereta yang berjejer di atas rel di stasiun Kota, pertanda hari masih pagi banget. Jam 06.15 akhirnya kereta tujuan Bogor yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan lincah kita langsung masuk kedalam kereta dan mencari tempat duduk (btw, kita berempat). Semua tempat duduk di gerbong wanita dan pria masih kosong. Kita memilih untuk duduk di gerbong pria. Akhirnya jam 06.30 kereta berangkat menuju kota Bogor. Ini adalah pengalaman pertama gue naik KRL. Menurut gue, gak ada perbedaan yang signifikan antara KRL dengan kereta api antar kota. Perbedaannya cuma posisi duduknya yang menyamping dan juga penumpang yang berdiri saat gerbong penuh.

Mataharinya malu-malu
Perjalanan memakan waktu 2 jam. Akhirnya jam 8.30 sampai juga kita di kota hujan. Begitu turun dari kereta, gue langsung bisa merasakan sejuknya udara pagi disini. Lalu kita langsung menuju keluar dari stasiun dan langsung cari-cari sarapan khas Bogor yang ada di sekitar situ. Soto mie Bogor yang ramai pembeli pun jadi pilihan sarapan kita. Setelah selesai sarapan, gak lupa kita beli jajanan tahu goreng isi dan tempe mendoan raksasa khas Bogor yang maknyus untuk bekal perjalanan kita. Lanjuuut...
Nasrsis dulu boleh banget lhooo...
Seperti rencana kita sebelumnya, Kebun Raya Bogor jadi tujuan jalan-jalan kita karena jaraknya yang cuma sejengkal dari stasiun. Kebetulan juga gue belum pernah berkunjung kesini. Oh iya, tiket masuk /per orang cuma Rp 15.000,- lho. Ternyata banyak juga turis asing yang berkunjung dan foto-foto disini. Kalau gue dengar dari percakapannya sih, mereka adalah turis asal Perancis. Kereeen... :D

Skip...


PELATARAN ISTANA BOGOR

Pertama memasuki Kebun Raya, rasanya gue gak asing dengan suasananya. Ternyata gak beda jauh dengan Kebun Binatang Ragunan Jakarta yang sama-sama rimbun dan luas. Pohonnya besar-besar dan tinggi-tinggi seperti suasana di dalam hutan. 

Lokasi pemberhentian pertama untuk kita foto-foto (narsis seperti biasa ^^) adalah kolam teratai. Kolam teratai ini berhadapan langsung dengan sisi belakang gedung Istana Bogor. Bikin pemandangan untuk berfoto jadi makin kece. Ada banyak spot kece yang bisa dijadikan untuk narsis foto-foto disini. 
Narsis bareng bunga-bunga (kaya Inces Sy*hrini) hihi
Rimbun dan adem
Luasnya area Kebun Raya bikin kita merasa lelah setelah beberapa menit berjalan (baru juga hitungan menit :D ). Akhirnya kita putuskan untuk merebahkan badan sejenak dengan menggelar tikar yang sengaja dibeli dengan harga Rp 10.000,- (tuh persis kaya di Ragunan kan yaa). Di atas rumput yang segar di bawah pohon yang rindang, kita icip-icip tahu goreng dan tempe mendoan yang udah dibeli tadi sambil nikmatin suasana rimbun pohon dan ngobrol-ngobrol santai. Yahhh semacam piknik gitu. Hihi...
Piknik banget kan suasananya. 
Begitu rasa capek hilang, kita pun kembali beranjak untuk melanjutkan jalan-jalan. Sesuai permintaan gue, next destination kita adalah Jembatan Merah. Jembatan ini fenomenal banget. Banyak legenda tentang si Jembatan Merah ini. Ada yang bilang mistis dan angker dan lain sebagainya. Yah, tergantung kepercayaan masing-masing orang sih. Selain itu, banyak orang-orang yang mem-posting foto si Jembatan Merah ini di Instagram. Itu yang bikin gue penasaran pengen bangetkesana. Sayangnya, suasana di jembatan ini sangat rame pengunjung. Banyak orang-orang yang ber-selfie dan berfoto di tempat ini. Alhasil, gambar yang gue ambil pun gak sekece seperti yang ada di Instagram karena orang-orang yang ber-selfie pun ikut terfoto. Mau nunggu sepi, gak memungkinkan karena pengunjungnya silih berganti. Ah yasudahlah...
Jembatan Merah yang ramai pengunjung
Melewati jembatan merah ini rasanya serem-serem nyenengin. Jaraknya lumayan jauh untuk mencapai ke ujung jembatan. Di bawah jembatan ada sebuah sungai yang aliran airnya cukup deras dengan batu-batu kali yang ukurannya besar-besar. Dan ketika kita lewat, jembatan terasa berayun dengan kencang, membuat semua orang yang ada diatasnya menjerit. Hihihi seru juga... ^^

GRIYA ANGGREK

Gak jauh dari lokasi jembatan merah, ada rumah anggrek khas Kebun Raya Bogor yang di beri nama Griya Anggrek. Tempatnya asri banget. Anggrek-anggrek berjejer tersusun rapi dari ujung ke ujung. Banyak jenis-jenis anggrek yang dibudidayakan di tempat ini. Griya anggrek ini merupakan salah satu pusat konservasi tumbuhan di kota Bogor.
  


Seperti akan memasuki pintu surga. ceileh...
Suasana dalam Griya Anggrek
Di tempat ini, kita boleh melihat-lihat dan mengambil gambar anggrek tapi gak diperbolehkan untuk menyentuh tanaman-tanaman yang ada karena khawatir rusak. Selain budidaya anggrek, di tempat ini juga dijual berbagai jenis bibit anggrek dengan harga yang terjangkau berkisar antara Rp 15.000,- sampai Rp 50.000,- . Ada yang berupa bibit, ada juga yang berupa tunas di dalam toples (toples mini dan toples besar). Bentuknya lucu-lucu banget, bikin gue kalap mau borong semuanya, hehe.





Jenis-jenis tanaman anggrek yang cantik. (lupa masing-masing namanya)
Berfoto di depan wall of fame Kepala Pengelola Griya Anggrek Kebun Raya Bogor dari generasi ke generasi

MUSEUM ZOOLOGI

Setelah puas melihat-lihat cantiknya tanaman anggrek, teman gue mengajak untuk mengunjungi Museum Zoologi. Wuihh ternyata masih ada spot yang harus didatangi disini. Selain luas, Kebun Raya Bogor ternyata juga menyimpan banyak tempat menarik yang gak boleh dilewatkan. Khususnya untuk para orang tua yang mau mengajak anak-anaknya jalan-jalan sambil belajar. Dipastikan tempat ini cocok banget.

Museum Zoologi memiliki koleksi yang berkaitan dengan dunia satwa seperti berbagai spesimen yang diawetkan maupun fosil hewan. Koleksi ilmiah yang dimiliki museum ini meliputi kategori antara lain mamalia, ikan, burung, reptil dan amphibi, moluska, serangga dan invertebrata lain yang bukan moluska dan serangga.(sumber: wikipedia).


Koleksi Museum Zoologi Kebun Raya Bogor
Fosil kerangka Badak Sumatra
Fosil kerangka seekor kucing yang diawetkan :(
Jujur, gue takjub sekaligus iba melihat jejeran aquarium berisikan binatang-binatang di dalamnya. Takjub karena gue bisa melihat aslinya ciptaan Tuhan dengan jelas dari dekat (Badak aslinya gede banget lho. kira-kira sebesar ukuran mobil kij*ng). Iba karena binatang-binatang itu adalah real alias nyata. Mereka sengaja diawetkan sedemikian rupa untuk penelitian dan observasi lalu kemudian dipajang untuk kepentingan edukasi tentunya. Terlihat jelas tatapan memohon dari sorot mata mereka yang seakan masih bernyawa (mulai deh gue mellow)
Aquarium berisikan Punai (burung pemakan buah-buahan) yang diawetkan
Aquarium-aquarium berukuran besar yang berjejer rapi
Suasana dalam Museum Zoologi
Bagus untuk pengetahuan dan edukasi anak-anak
Salah satu jenis kelinci yang diawetkan. Jangan lihat sorot matanya kalau gak kuat hiks 
Kelihatan indah seperti patung. Nyatanya, mereka real lho
Selain itu, di museum Zoologi ini juga ada fosil kerangka asli ikan paus biru raksasa berukuran sebesar 27,25m, berat 119,000 kg yang diawetkan dan di pajang di pintu keluar museum (gak sempat ambil foto).

Gak terasa, hari udah sore. Waktu udah menunjukkan pukul 15.30. Badan pun udah mulai terasa lelah. Akhirnya kita memutuskan untuk menyudahi petualangan hari ini. Kebetulan jadwal keberangkatan kereta menuju Jakarta Kota berangkat setengah jam lagi. Cepat-cepat kita menuju stasiun. Ternyata suasana stasiun berbeda dengan tadi pagi. Rame antrian! Untungnya kita menggunakan kartu yang gak perlu lagi susah payah antri untuk isi ulang.

Setelah memakan waktu beberapa jam perjalanan ditambah lagi harus ngelewatin mecetnya Jakarta, akhirnya jam 8 malam gue tiba di rumah. Rasanya nikmat banget bisa merebahkan badan setelah seharian ngebolang.

Dengan biaya yang murah, gue udah bisa dapatin banyak hal sekaligus, diantaranya hati senang (jalan-jalan, berpetualang, ketemu teman-teman, foto-foto), dapet ilmu baru (ngerti cara bepergian menggunakan KRL dan gimana rasanya naik KRL), dapet pengetahuan baru (jalan-jalan edukasi), dan lain-lain.
Tuh, asik banget kan? Lebih baik bertualang ala bolang dari pada nongkrong cantik di kafe atau mall karena cuma buang-buang waktu, uang dan gak dapat pengalaman apa-apa (menurut gue lho yaa). Liburan itu gak harus mahal kok. Masih banyak tempat-tempat liburan murah nan dekat lainnya yang harus dikunjungi. So, sampai jumpa di petualangan ekonomis selanjutnya! ^^

Catatan: Terimakasih untuk temen gue mas Edy dan aa' Siddiq yang udah ngajakin bertualang seru kaya gini. Makasih juga buat pacar gue yang udah setia nemenin perjalanan ini. Yah itung-itung sekalian ngerayain anniversary ke -9 tahun. ^^



See you...

ONE’S DESTINATION IS NEVER A PLACE, BUT A NEW WAY OF SEEING THINGS.
— HENRY MILLER

Comments