Menoreh Kenangan di Jogja

PROLOG

"Pulang ke kotamu... ada setangkup haru dalam rindu... " Mungkin kalimat lirik lagu Yogyakarta by Kla Project itulah yang terus berputar-putar di kepala gue akhir-akhir ini. Sepertinya gue gak sabar dan rindu ingin bertemu dengan Jogja. Iya Jogja, kota dengan sejuta cerita dan juga rindu. Untungnya gak perlu berlarut-larut rindu... Toh sebentar lagi gue akan (kembali) menginjakkan kaki di sana. Yeayy... akhirnya kita ke Jogja! Kita? Yup! kali ini gue berkesempatan untuk jalan-jalan ke sana bareng genk kerja gue, The Cengceremet Genk!

Sebenarnya ini bukan kali pertama gue main ke Jogja. Biasanya gue ke sana bareng keluarga gue disetirin sama babeh (alm.). Itu pun bukan ngebolang tapi lebih ke silaturahmi dan piknik ala keluarga.  Nah, Berangkat ke kota budaya bareng sama genk adalah salah satu bucketlist impian gue. Kalau bareng temen kita bisa lebih bebas (dalam artian yang positif, lho ya) dan mandiri. Mau eksplor ke tempat-tempat sulit pun hayuk, gak ada beban asalkan semua kompak. Sebenernya mau itu pergi bareng keluarga atau bareng teman dua-duanya sama-sama seru kok. Tapi pengalamannya beda banget! Gue dan lima orang lainnya yaitu Triya, Randy, Fendi, Dedif dan Ipul (ceweknya cuma gue berdua) akan menoreh kisah seru di perjalanan ini.


Berawal dari ajakan iseng gue ke para bocah yang mana gue menggunakan trik licik-picik gue, akhirnya berlibur ke Jogja bukanlah lagi sekedar wacana. Awalnya para cowok itu gak terlalu tertarik untuk ikut dalam rencana ini alias cuma "iya iya" aja tanpa action. Tapi karena gue, Randy dan Triya kelewat "ngebet" akhirnya semuanya pun berjalan juga. Gue dan Triya rela nalangin tiket KA PP GMR - YK (booking online) untuk enam orang demi terwujudnya rencana ini. Kalau tiket udah kebeli, siapa sih yang bisa nolak untuk ikut? 😁

Sebelum hari keberangkatan tiba, segala persiapan udah kita lakukan dimulai dari browsing-browsing lokasi mana aja yang kira-kira seru buat didatangin, sampai penginapan mana yang sesuai dengan kantong kita, hehe. Di sela-sela pekerjaan kita di kantor, kita bagi-bagi tugas. Ada yang sibuk survey penyewaan mobil (untuk transportasi selama di sana), ada yang sibuk cari-cari penginapan, ada juga yang pusing bikin itinerary sekaligus bikin rincian budget estimasi. Itu semua tanpa disadari bikin kekompakan kita jadi tumbuh. Itung-itung belajar kompak buat di sana nanti (btw, kompak saat ngebolang itu penting lho ;). Sedangkan Ipul dan Dedif? Mereka memilih untuk santai dan 'bodo amat' alias cuma mau tau beresnya aja. Kalau kata mereka berdua,"Gua ngikut aja deh". 😞

Dari jauh-jauh hari, kita mengajukan cuti selama dua hari ke atasan masing-masing. Kebetulan trip ini diambil di hari kerja dimana kita akan berangkat kamis malam (after Office) dan pulang senin sore. Untungnya para atasan kasih acc cuti walaupun wajah-wajah mereka agak merengut, haha.

Sehari sebelum keberangkatan, gue dan Triya sibuk nyari-nyari mobil carteran untuk anter kita ke stasiun Gambir di hari H nanti. Kita berdiri dipingir jalan dan nyegat taxi yang lewat untuk survey harga. Rata-rata harga ongkos taxi yang ditawarkan si sopir dari Jl. Panjang (lokasi kantor kita berada) menuju ke st.Gambir ditembak sampai Rp 300.000,- Mahal banget! Gue dan Triya lelah dan hampir nyerah. Ditengah keputus-asaan kita bedua (cielah) kita memutuskan untuk carter angkot yang ada di daerah situ aja (bodo amat deh kalau para cowok pada protes nantinya, haha). Dengan semangat kita pun ngeberentiin beberapa angkot 09 yang melintas untuk nawar harga. Setelah gagal deal dengan beberapa angkot karena gak cocok dengan harganya yang gak masuk akal, akhirnya kita nemuin juga satu angkot dengan harga yang superrr deal. Dengan kesepakatan dari masing-masing pihak (antara kita dengan si abang supir angkot) akhirnya dia mau antar kita sampai ke st.Gambir dengan harga yang sangat ramah bagi kantong para backpacker irit kaya kita ini yaitu cuma Rp 70.000,- aja! haha.

Kamis 12 Juli 2014, Hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba...

Pagi ini gue udah dibikin kerepotan dengan diri gue sendiri. Itu karena gue harus naik bus Transjakarta dengan membawa dua buah tas besar (backpack dan sport bag) berisi beberapa baju dan perlengkapan kebutuhan gue untuk selama di Jogja nanti. Walau begitu, gue ngerasa happy dan udah gak sabar mau mempercepat waktu. Kerja pun bawaannya udah gak fokus. Yang ada dipikiran saat ini cuma liburan, Jogja, jalan-jalan, senang-senang... ahhh... gak sabar pokoknya! Padahal kerjaan gue bisa dibilang lagi numpuk banget. Kebetulan gue lagi ngerjain project video tentang orang-orang  yang menginspirasi. Nah, gue ditugasin untuk bikin naskah dan storyline lengkap dengan storyboardnya. Berharap setelah liburan otak jadi ter-refresh dan lebih lancar untuk ngerjain kerjaan. (Pssttttt... pembelaan diri ini jangan ditiru yah temans... hihi).

Tik...tok...tik...tok... waktu yang terasa lambat itu pun akhirnya berhasil bergeser ke angka yang udah dinanti-nanti, yaitu pukul 17.30. Akhirnyaa! Para "pejuang gaji bulanan" pun berbondong-bondong membereskan meja kerja dan berlarian untuk berebut antrian finger print di urutan paling depan (biasa juga gue begitu, haha). Gue dengan kelima bocah itu masih di ruangan kerja masing-masing. Ada yang masih membereskan sisa kerjaan, ada juga yang melakukan aktivitas di PC nya sambil menunggu adzan maghrib.


Setelah mengganti baju dengan pakaian yang lebih nyaman untuk di kereta, gue turun ke lobby untuk mastiin kalau angkot carteran udah datang. Benar aja, angkot merah bertuliskan angka 09 itu udah terpakir rapi tepat didepan pintu kantor. Jam udah menunjukkan pukul 19.00. Dengan semangat berkobar dan perasaan sumringah kita pun berhamburan sambil membawa barang bawaan masing-masing. Ettt... jangan lupa foto-foto dulu sebelum berangkat. 😄



Foto di lobby kantor sebelum berangkat. Btw kantor udah sepiii :D

Kita lalu masuk ke angkot dan angkot mulai melaju menuju st.Gambir. Jujur, gue ngerasa iba sekaligus lucu ngeliat  para cowok-cowok ini naik angkot. Wajah mereka yang lelah (karena seharian  kerja) kelihatan pasrah. Mungkin kalau mobil yang kita pakai nyaman bisa dimanfaatin untuk istirahat sejenak selama di perjalanan. Walaupun begitu kita tetep enjoy dan terdiam dalam lamunan masing-masing sambil menikmati lagu-lagu band Ungu dan Noah yang diputar si abang angkot.

Setelah melewati sedikit kemacetan di beberapa titik, akhirnya sampai juga kita di st. Gambir tepatnya jam 19.50. Beberapa dari kita ada yang langsung ke mushola untuk solat isya ada juga yang foto-foto iseng (gak di mana gak di mana mesti banget foto emang kita ini 😅).



Sempet-sempetin foto di peron beberapa detik sebelum kereta datang dan mendekat ke arah kita  

Masih ada sisa waktu 40 menit sebelum kereta datang di jam 20.45. Kita duduk di ruang tunggu sambil menikmati roti cepol bulat merk babe yang legend  banget itu (kalau dalam bahasa betawi lho ya 😆) sebelum akhirnya kereta executive tujuan st.Tugu yang ditunggu-tunggu itu datang. Dengan girang kita pun memasuki gerbong dan langsung mengatur seat. Gue duduk bersebe
lahan dengan Randy, Triya dengan Dedif dan Ipul dengan Fendi. Randy, si pelor yang sepertinya lelah langsung teler begitu punggungnya menyentuh empuknya bangku gak lama setelah kereta melaju. Sedangkan gue dan empat bocah lainnya masih asik ngobro-ngobrol, foto-foto (teteuup), bahkan ketawa-ketiwi sambil ngisengin yang udah tidur, haha. Gak lama, masing-masing dari mereka pun satu per satu "berguguran". Gerbong mulai terasa sepi karena hampir semuanya udah terlelap. Sedangkan gue masih asik memandang jendela kereta walaupun cuma pantulan wajah gue yang terlihat di gelapnya malam. Seperti biasa, gue adalah orang yang paling gak gampang untuk tidur di perjalanan. Entah kenapa, tapi gue gak ngerasain ngantuk sama sekali. Mungkin karena saking excitednya :)



Menunggu kedatangan kereta di ruang tunggu St. Gambir sambil menikmati makan malam

Gue dan Fendi ngisengin Randy si pelor yang langsung tertidur di seatnya gak lama setelah kereta jalan :D

Waktu udah menunjukkan jam 04.20 ketika akhirnya gue terbangun dari tidur gue yang gak begitu nyenyak. Padahal bocah-bocah itu lebih duluan tertidur dibanding gue, tapi mereka masih aja asik menelungkup di dalam pelukan dirinya masing-masing (dingin banget AC-nya, bro!). Seharusnya jam segitu kita dijadwalkan udah sampai di st.Tugu. Tapi sepertinya kereta ngaret dan masih terus melaju. Pemandangan sawah-sawah yang menghampar
khas pedesaan yang asri udah mulai terlihat meskipun belum terlalu jelas. Pagi udah datang, tapi matahari masih malu-malu menampakkan diri. Langit masih berwarna abu-abu keunguan. Gak berapa lama matahari terbit. Gue satu-satunya orang yang menikmati proses terbitnya mentari dari balik jendela kereta pagi itu. Gak salah kan gue lebih banyak melek daripada meremnya? Rugi banget mereka melewatkan moment yang jarang-jarang ditemuin itu dan lebih mentingin tidur, batin gue. Ya beginilah cara gue menikmati perjalanan, selalu penasaran tanpa mau melewatkan satupun moment :) 



Menikmati proses datangnya pagi dari balik kaca jendela kereta.
Pemandangan sawah-sawah yang menghampar
 khas pedesaan pun mulai terlihat.

Para cunguk yang akhirnya udah bangun setelah tidur panjangnya.
Fendi masih menelungkup kedinginan di bawah jacketnya :D


Muka paling seger diantara yang lain :D

Hari pertama di Jogja...

Akhirnya kereta berhenti juga tepat di jam 06.00. Sesuai planning yang udah disusun rapi dari jauh-jauh hari, kita akan "ngamprak" di stasiun sampai mobil rental-an datang menjemput di jam 10.00 nanti. Waktu yang gak sebentar untuk dihabiskan di stasiun tentunya (4 jam sendiri, men!). Ya begitulah kalau pebolang, kudu nerimo dan legowo di setiap situasi dan kondisi :D. Sengaja kita sewa mobil start di jam 10 karena system rental ini dihitung per 12 jam, jadi biar bisa puas muter-muter sampai jam 10 malam nanti. 😉





Suasana pagi di stasiun Yogyakarta

Kita meletakkan barang bawaan masing-masing di kursi tunggu sambil sarapan roti. Selesai sarapan ringan, beberapa dari kita mengabiskan waktu dengan iseng foto-foto di dekat rel. Sebagian lagi memilih untuk melanjutkan tidur di kursi tunggu sambil menjaga barang-barang. Setelah merasa bosan akhirnya kita semua sepakat untuk keluar dari stasiun dan mencari sarapan dilanjut dengan foto-foto di pinggiran jalan Malioboro, sampai akhirnya waktu udah menunjukkan jam 10.00 dan mobil jemputan datang.



Muka-muka belom mandi kita :D

Kalau ke Jogja, jangan lupa foto di depan stasiun Tugu ya!

Di pinggiran jalan Malioboro kita tetep heboh foto-foto, hihi

Mas Hendro, driver yang akan ngajak kita keliling di sekitaran Jogja menyapa dari kejauhan dengan senyuman ramah. Dengan sigap dia menyalami kita satu per satu dan langsung memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Selesai berembuk menentukan tujuan pertama kita, mobil langsung melaju. Air terjun Sri Gethuk  jadi lokasi pertama yang dipilih sesuai kesepakatan. Lumayan main-main air sambil sekalian mandi-mandi, hihi.

Selfie dulu kita. Walaupun belom ada yang mandi, kita semua hepiii :D

Air terjun Sri Gethuk adalah air terjun yang terletak di daerah Gunung kidul dan berhubungan langsung dengan sungai Oyo. Itu kenapa untuk menuju ke air terjun ini kita harus menyusuri sungai dulu dengan menggunakan boat. Nah, gue akan ceritain panjang lebar tentang keindahan air terjun Sri Gethuk di sini.


1. Pemandangan sungai Sri ethuk yang masih alami
2. Menuju ke air terjun kita harus menyusuri sungai dengan perahu mesin dulu. Seru banget!

Di sini kita menghabiskan waktu dengan santai-santai sambil menikmati keindahan alam yang masih sangat natural. Gak lupa foto-foto juga dong pastinya, hehe. Syukurnya lokasi ini gak terlalu rame pengunjung karena kita datang pas di hari jum'at, walaupun ada juga beberapa orang yang udah datang lebih duluan dari kita. Puas bersantai-santai di sini, kita lalu melanjutkan perjalanan untuk ke lokasi selanjutnya yaitu pantai Kukup. Pantai Kukup terletak gak jauh dari lokasi air terjun Sri Gethuk, kira-kira cuma berjarak sekitar 40 menit atau sejauh 30 km kalau ditempuh dengan kendaraan (mobil).



Duduk-duduk santai disebelah air terjun sambil foto-foto. Keren kaan?
Pantai Kukup adalah pantai berombak besar dengan ciri khas bebatuan lumut di pesisirnya. Pasir di pantai ini berwarna putih kecoklatan dan butirannya cenderung kasar, itu yang bikin kita harus mengeluarkan tenaga ekstra dan berjalan agak lambat di atas pasir ini. Pemandangannya unik dengan panorama tebing-tebing bebatuan karang yang besar menjulang yang terbentuk dari proses alam selama jutaan tahun. Bahkan tebing batuan di pantai ini juga ada yang membentuk sebuah goa yang keren banget untuk dijadiin lokasi foto-foto. Di pantai ini juga ada pulau kecil berupa batuan karang yang dihubungkan dengan jembatan untuk menuju ke sebuah gardu pandang yang kalau dilihat-lihat sekilas jadi mirip Pura. Itu kenapa pantai ini juga disebut-sebut sebagai Tanah Lot-nya Jogja. Sayangnya kita gak ada yang naik ke atas gardu itu.









Setelah puas seru-seruan main pasir, foto-foto dan tertiup angin yang kencang (btw, angin di pantai ini cenderung kencang) kita pun memutuskan untuk beranjak ke pantai yang lokasinya ada di sebelah (ditempuh dengan mobil cuma sekitar 15 menitan), yaitu pantai Indrayanti atau biasa juga dikenal dengan pantai Pulang Syawal. Pantai ini lebih ramai kalau dibandingkan dengan pantai Kukup. Itu juga karena kita sampai di pantai ini menjelang sore yang artinya udah masuk weekend. Di pantai Indrayanti kita seru-seruan main ombak sampai basah (akhirnya kena air juga setelah seharian gak mandi 😂). Semakin sore ombak jadi semakin tinggi dan besar. Walaupun hari udah semakin gelap, pantai semakin sepi dan waktu udah hampir memasuki magrib, kita masih aja asik bercanda bermain ombak sampai-sampai gak sadar kalau sandal kita udah hanyut tersapu ke laut, (untungnya punya gue selamat, haha) .





Randy dan Triya nenteng sandal yang hampir hanyut kesapu ombak. Padahal sandalnya Randy udah jadi korban haha
Selesai bersih-bersih dan  ganti baju kita melanjutkan perjalanan untuk nyari tempat makan.  Mas Hendro merekomendasikan Bukit Bintang karena di sana ada banyak jenis jajanan dan lokasinya asik buat nongkrong sambil santai menikmati udara malam Jogja. Konon ini adalah tempat nongkrong yang lagi hits banget di Jogja. Lokasi persisnya ada di Gunung Kidul Jogja. Seperti di puncak pas (Bogor), di sini kita bisa melihat pemandangan lampu-lampu kota dari ketinggian sambil menikmati jajanan. Jajanan di sini pun gak jauh beda dengan jajanan khas puncak. Ada jagung bakar, ada Indomie, roti bakar, nasgor, dan banyak jenis jajanan lainnya. Karena lelah seharian ngebolang gue cuma memesan jeruk manis anget dan memilih untuk rebahan aja (kebetulan tempatnya lesehan dan gak terlalu ramai pengunjung). Sementara bocah-bocah lainnya memesan bermacam-macam makanan untuk makan malam mereka.


Pemandangan lampu-lampu kota dari atas warung-warung tempat kita makan malam. Syahduuu...

Gak terasa waktu udah menunjukkan jam 8 malam. Kitapun bergegas menuju ke penginapan yang udah kita booking dari jauh-jauh hari. Penginapan dengan tipe Guest House ini terlihat megah dari luar dan nyaman dengan fasilitas yang lengkap di dalamnya.  Buat yang mau main ke Jogja penginapan ini gue rekomendasiin banget. Nama penginapannya Agrapana Guest House (bisa browsing sendiri lokasinya seperti apa dan fasilitasnya apa aja).



Kamar-kamar di Guesthouse yang kita tinggali selama 1 malam. Nyaman...

Selesai beres-beres dan bersih-bersih kita istirahat di kamar masing-masing. Ada yang rebahan sambil nonton tv, ada yang sibuk dengan handphone-nya, dan ada yang lagi sibuk teleponan dengan pacarnya. Sedangkan gue, Triya dan Randy malah sibuk hitung-hitungan semua rincian pengeluaran selama seharian ini (tiket masuk wisata, bensin, dll). Maklum, tim panitia dan bendahara selalu jadi tim paling repot walaupun lelah demi keberlangsungan kantong bersama, hihi.


Sssttt... Bendahara lagi sibuk jangan diganggu :D


Hari ke-2 di Jogja...

Alarm handphone gue berbunyi tepat di jam 05.30 pagi. Ternyata Triya udah bangun lebih awal untuk melaksanakan sholat subuh. Begitu juga dengan Dedif dan Ipul yang udah bersiap duluan di mushola waktu gue dan Triya berniat untuk membangunkan mereka untuk sholat berjama'ah. Selesai sholat subuh, gue dan Triya ditemani Fendi mencari sarapan di pinggiran jalan sekitar penginapan. Udara  Jogja di sabtu pagi yang damai terasa sejuk. Jalanan masih sangat sepi. Para pedagang pun sepertinya belum ada yang terlihat di sepanjang jalan. Setelah berjalan agak jauh, akhirnya ada juga penjual makanan pagi khas Jogja seperti nasi kucing. Nasi kucing adalah makanan yang dibungkus dengan porsi yang sangat kecil, berisi nasi dan lauk yang sederhana dengan harga yang murah yaitu seribu perak aja. Walaupun murah dan lauknya sederhana, rasanya enak dan bikin nagih. Gak cukup kalau cuma makan satu bungkus.


Selesai sarapan, kita siap-siap untuk melanjutkan petualangan di hari kedua. Tujuan trip hari ini adalah Candi Prambanan, Museum Ullen Sentalu dan Candi Borobudur. Mas Hendro yang udah siap untuk mengantar kita bertualang (lagi) udah standby di depan penginapan. Seperti biasa, dia menyapa dengan senyuman ramahnya. Tepat jam 10.00 mobil meluncur ke lokasi tujuan awal, yaitu Candi Prambanan.


Siang ini matahari begitu menyengat. Prambanan masih sama seperti dulu, gak ada yang berubah. Yang berubah hanyalah pemberian kain sarung. Ya, awal memasuki gerbang (sebelum masuk ke area candi) kita dikasih kain sarung ikat bermotif batik berwarna hitam putih dengan corak prambanan oleh pengurus Candi. Penggunaan kain sarung ikat ini sangat diharuskan karena bertujuan untuk melestarikan budaya Jawa yang kental akan kesantunan dan kesopanan dan untuk menghormati candi ini yang juga merupakan tempat ibadah. Awal mula munculnya aturan baru ini adalah adanya pengunjung turis asing yang biasanya memakai baju pendek alias minim. Jadi untuk menghormati Candi Prambanan yang dianggap sebagai tempat yang suci dan sakral, diberilah sarung ini untuk menutupi pakaian minim tadi.





Foto dengan sarung ikat khas Prambanan . Keren yaa
Bukannya dipakai dengan benar (diikat dan dililit di pingang), Dedif dan Fendi malah bikin lelucon dengan mengikat kain di leher mereka seperti jubah superman 😆. Langsung deh pengurus dan penjaga candi menegur mereka, "kalian ngerti gak cara menghormati budaya? kalian mahasiswa kan? harusnya kalian jangan buat ini untuk becandaan. Pakai yang benar diikat di pinggang, bukan begitu pakainya". Gue, Triya, Randy dan Ipul lansung ketawa-ketawa, sementara Fendi dan Dedif cuma bisa cengengesan malu sambil meminta maaf. Yang bikin Lucunya lagi, kita tua-tua begini dikira mahasiswa, haha.

Di sini selain foto-foto dan seru-seruan kita juga berbelanja pernak-pernik dan oleh-oleh khas Jogja di pasar Prambanan. Ada beragam jenis pernak-pernik unik dan lucu yang kebanyakan merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat sekitar. Harga yang dijual juga murah-murh banget! Gue membeli beberapa gelang yang terbuat dari kayu ukir dengan harga Rp 1000,- aja! Selain itu gue juga ngeborong dompet dan tas batik Jogja, blankon dan beberapa gantungan kunci seharga Rp 2000,- (yang juga terbuat dari kayu dan batok kelapa) dengan bentuk yang unik-unik seperti gitar, boneka, dan lain sebagainya. Para cowok pun gak mau kalah untuk ikut ngeborong. Selama berbelanja di pasar ini, para penjual dengan ramah memanggil kita untuk berbelanja di toko mereka. Bahkan ada yang mengira kita Bule ketika seorang pedagang ibu-ibu berbisik ke suaminya "Cah Londo ki", haha (Londo - yang dalam bahasa Jawa artinya turis asing atau bule). Memang gue akui, dandanan kita siang ini mirip-mirip seperti orang bule karena ada yang pakai kacamata hitam, sepatu keds, dan topi bundar. Selain itu wajah-wajah kita memang bervariasi, ada yang kaya orang Korea, ada juga yang kaya orang Arab. Gak mau besar kepala atau geer sih, karena kalau wong Londo udah pasti dikasih harga mahal dan susah buat nawar 😂.




Tuhhh... gaya kita emang Londo baget kan? Ada yang kaya oppa Korea, Ada yang kaya Arab, bule, ada juga yang Jowo abis :D
Puas menghabiskan waktu di Prambanan, kita melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi kedua yaitu museum Ullen Sentalu. Nama yang sedikit aneh dan asing menurut gue. Sebenarnya gue dan anak-anak yang lain agak kurang setuju dan gak terlalu tertarik untuk ke lokasi yang satu ini. Tapi Fendi membujuk dan meyakinkan kita kalau tempat ini recommended dan keren banget. Oke, akhirnya kita semua sepakat untuk menuruti kemauan Fendi itu. Ternyata benar, museum ini adalah museum dengan nuansa yang Jawanya kental banget dan gue akui memang benar-benar keren. Gak nyesel datang ke sini, gue malah terkagum-kagum dibuatnya. Nah, gue akan mengulas detail petualangan gue dan teman-teman selama di museum ini, di sini.


Museum Ullen Sentalu pernah meninggalkan kenangan indah. ecieeehh :p
Gak terasa hari udah sore. Kita lalu buru-buru melanjutkan perjalanan menuju ke Candi Borobudur. Perjalanan dari Kaliurang menuju ke Magelang cukup memakan waktu yang lama yaitu 土 1 jam 20 menit. Belum lagi kondisi jalanan menuju ke sana sedikit tersendat. Ya maklum namanya juga malam minggu. 

Akhirnya kita pun sampai di Borobudur pukul 16.15. Tanpa ada firasat buruk sedikitpun, kita berjalan menuju ke loket pembelian tiket dan membeli tiket seharga Rp30.000,- /per orangnya. Petugas yang berjaga ngasih peringatan kalau area candi akan tutup jam 5. Bukannya bergegas, kita malah sempat-sempatnya cari makan, haha. Kenikmatan rasa asli nasi gudeg dan nasi pecel seketika hilang ketika tiba-tiba terdengar pengumuman yang dikumandangkan oleh pihak Candi dengan menggunakan toa speaker, kalau gate akan ditutup dalam waktu 10 menit. Kita pun panik dan langsung mengunyah makanan cepat-cepat (kaya orang yang super kelaperan pokoknya 😂). Tapi tiba-tiba si ibu warung menenangkan kita, "makannya pelan-pelan aja dek, santai aja jangan tergesa-gesa. Biasanya pintu masuk buka sampai malam kok." Walau pun gak yakin dengan apa yang dikatakan oleh si ibu, kita kembali makan dengan santai. Setelah selesai kita langsung bergegas memasuki area Borobudur. Namun apa yang terjadi? Yap, gerbang depan sudah tertutup dan terkunci. Loket sudah tutup dan para petugas yang berjaga gak ada yang terlihat satupun. Sepi. Dengan perasaan khawatir, kecewa dan sedikit putus asa kita kompak berteriak memanggil petugas untuk membukakan gerbang (bayangin kita mirip kaya orang yang lagi demo gitu 😆), namun nihil. Gak ada seorang pun yang muncul dan membukakan gerbang untuk kita si bolang-bolang yang kurang beruntung ini. Di moment seperti ini gue ngerasa lucu, geli sekaligus miris udah ngalamin kejadian ini. Ngerasa rugi waktu dan biaya juga karena udah jauh-jauh datang dan membeli tiket, eh malah begini jadinya, haha.  Andai aja tadi gak ngikutin apa kata ibu warung tadi, kita pasti bisa mengejar waktu sebelum gerbang ditutup. Diam-diam kita semua setuju dengan pemikiran itu. Tapi ya sudahlah, biarkan ini jadi pelajaran dan jadi memory yang lucu untuk dikenang nanti, hihi. 

Kita pun dengan langkah lunglai kembali ke ke mobil dengan membawa pulang tiket masuk Borobudur (padahal tiket itu milik pihak Candi yang seharusnya dimasukkan di pintu masuk. Tapi karena kesal, tiket kita bawa pulang untuk kenang-kenangan, haha). Mas Hendro bertanya-tanya keheranan kenapa kita cepat sekali 
selesai. Kita pun menceritakan semua kronologi yang terjadi sambil cekikikan. Mas Hendro cuma tersenyum (padahal dalam hatinya mau ketawa juga tuh, haha) dan dengan bijak mengajak kita untuk main ketempat terdekat yang gak kalah seru untuk dijelajahi, yaitu taman Lampion / taman Pelangi Monjali. Lokasinya berjarak sekitar 1 jam kurang dari candi Borobudur tepatnya di jalan ring-road utara kota Yogyakarta.

Taman ini terbilang cukup romantis dan cocok untuk dijadikan lokasi bermalam minggu. Di sini ada banyak lampu-lampu yang berwarna-warni, itu kenapa taman ini d
isebut taman pelangi. Ada juga lampion dengan bentuk yang bermacam-macam seperti tokoh-tokoh kartun favorit (Donal Duck, Mickey mouse, dll), bentuk-bentuk binatang (kuda, kelinci, dll) dan bentuk bunga-bunga raksasa. Oh iya, di tengah-tengah taman ini ada terdapat Monumen berbentuk seperti Pyramid yang diberi nama Monumen Jogja Kembali atau disingkat Monjali. Di dalam Monumen ini ada terdapat museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Selain museum, ternyata di dalamnya juga ada perpustakaan. Sayangnya museum ini cuma dibuka sampai sore. Jadi gue gak berkesempatan untuk masuk ke dalamnya.







Puas bermain, foto-foto, jajan dan jalan-jalan di taman ini kita pun memutuskan untuk  pulang ke penginapan. Kita lalu meluncur ke daerah Pugeran karena kebetulan penginapan kita malam ini pindah ke sana. Penginapannya beda jauh dan gak senyaman dengan penginapan yang pertama karena harga /per malamnya seharga kantong anak bolang yakni Rp 70.000 aja. Itulah alasan kenapa kita move, hihi. Lokasinya gak jauh dari alun-alun selatan Jogja berada. Walaupun  gak se-exclusive penginapan yang pertama, penginapan ini cukup nyaman untuk sekedar beristirahat setelah lelah ngbolang seharian sambil kumpul santai sama para cecunguk, hehe. 


Hari Ke-3 di Jogja...


"Telolelolet... toleletlolet..." alarm BB dari kamar para cowok terdengar nyaring sampai ke kamar gue. Gue pun terbangun dan langsung beranjak dari kasur. Triya di sebelah gue masih terlihat lelap. Gue langsung keluar menuju ke kamar para cowok untuk melihat mereka. Ternyata pintu kamar mereka udah terbuka lebar, itu kenapa suara alarm kedengaran jelas sampai ke kamar gue. Mungkin Dedif udah bangun waktu subuh tadi dan sengaja membiarkan pintu kamar terbuka agar angin pagi masuk.  Ternyata para cowok ini masih "bergelimpangan" menikmati tidur mereka. Tanpa ragu gue pun bertepuk tangan sambil berteriak "bangun... bangun woooyyy!" secara berulang-ulang. Saking kebonya, gak ada satupun dari mereka yang bergerak. Akhirnya gak berapa lama Dedif dan Ipul pun terbangun disusul dengan Fendi dan terakhir si pelor Randy. 

Sambil menikmati nasi uduk dan menonton tv, kita berdiskusi santai tentang rencana hari ini. Hari ini kita sama sekali gak berencana untuk pergi kemana-mana lagi selain hunting bakpia khas Jogja untuk oleh-oleh. Semua sepakat hari ini cuma dihabiskan untuk belanja ke pasar Malioboro aja, sampai akhirnya Dedif dan Randy mengusulkan untuk melanjutkan misi yang kemarin tertunda, yaitu eksplor Borobudur. "Hah! Gila jauh banget!" gue, Fendi dan Ipul serentak menjawab terkaget-kaget. Randy dan Dedif tetap bersikukuh dengan rencana mereka untuk tetap berangkat. Triya, si polos yang netral akhirnya memilih untuk ikut ke Borobudur. Sementara gue, Fendi dan Ipul bimbang dan masih belum merubah pikiran untuk ikut. Tapi Fendi tiba-tiba berubah pikiran dan memutuskan untuk bergabung dengan Dedif, Randy dan Triya setelah melihat mereka bersiap-siap. Akhirnya gue dan Ipul pun mau gak mau juga ikut 😄.


Setelah semua siap, kita langsung bergegas  menuju ke halte TransJogja yang kebetulan letaknya persis di seberang jalan dekat tempat kita menginap. Oh iya, di hari ketiga ini kita gak lagi memakai jasa rental mobil (maklum kantong udah mulai menipis 😄). Itu kenapa kita agak ragu untuk ngebolang hari ini karena harus ngeteng menggunakan angkutan kota. Takut nyasar euy, haha.



Akhirnya sampai juga ke Candi Borobudur. Perjalanannya berliku-liku dan penuh drama banget. Mau tau ceritanya?
Klik untuk keseruan perjalanan kita menuju Candi Borobudur ya guys!!
Lanjutan Keseruan dan kekocakan perjalanan kita menuju Candi Borobudur di sini ya guys!


Hari Terakhir di Jogja...

Kejadian yang melelahkan kemarin di perjalanan menuju Candi Borobodur ternyata membuat kita tepar setepar-teparnya. Waktu udah menunjukkan pukul 10 (pagi) namun belum ada satupun dari kita yang terlihat udah bangun dan beraktifitas. Semua masih asik mendekur.  Di hari terakhir ini memang udah gak ada rencana untuk kemana-mana lagi. Kita hanya butuh istirahat dan sedikit bersantai untuk mengumpulkan energi pulang ke Jakarta sore nanti. (Btw, jadwal kepulangan Kereta menuju Jakarta yaitu jam 15.35 dengan estimasi waktu tiba di st. Pasar Senen jam 01.15 dini hari). 

Setelah selasai mem-packing barang masing-masing, kita menghabiskan waktu di penginapan dengan nonton tv dan ngobrol-ngobrol. Ada yang bercanda, ada juga yang mendengarkan lagu. Walaupun begitu, masing-masing dari anak-anak ini ternyata udah punya tujuan dan rencananya sendiri-sendiri. Diam-diam ternyata Randy udah punya janji untuk ketemu dengan temannya yang tinggal di Jogja.  Fendi dan Dedif pun ternyata juga udah punya rencana untuk pergi ke pasar Prambanan (lagi) untuk membeli sesuatu. Di penginapan akhirnya sepi karena cuma tersisa kita bertiga yaitu Ipul, gue dan Triya yang cuma menghabiskan waktu dengan menonton tv. 


Waktu  udah menunjukkan pukul 11.30 siang dan belum ada tanda-tanda Dedif, Fendi dan Randy kembali ke penginapan. Padahal waktunya udah mepet dengan jadwal keberangkatan kereta ke Jakarta. Kalau sampai meleset sedikit, bisa-bisa mereka terlambat dan ketinggalan kereta. Triya yang cukup khawatir beberapa kali melakukan kontak melalui handphonenya dengan bocah-bocah itu. Ternyata Fendi dan Dedif nyasar karena salah naik bus. owalah... Kalau nyasarnya deket sih gak masalah, toh masih bisa mengejar waktu. Lha ini ternyata mereka nyasar sampai ke daerah Magelang! 😱😲. Sedangkan Randy, dia masih asik muter-muter keliling Jogja dengan temannya dan memutuskan untuk ketemuan langsung di stasiun nanti sore. 


Waktu terus berjalan, mereka belum juga kembali ke penginapan sampai akhirnya tiba waktunya kita seharusnya udah berangkat ke stasiun. Kita bertiga pun memutuskan untuk bergegas ambil langkah dan gerakan daripada menunggu hal yang gak pasti dan malah terjadi hal-hal yang gak diinginkan nantinya. Kita bertiga lalu berbagi tugas. Ipul bertugas mencari taxi atau kendaraan omprengan untuk mengangkut kita dari penginapan ke stasiun (btw, nyari taxi atau omprengan di sekitar sini apalagi kalau siang hari cukup sulit). Sedangkan gue dan Triya bertugas mengangkut barang-barang milik 6 orang (ajeh gile 😓) ke lobby penginapan, karena udah waktunya check-out dan harus mengosongkan kamar. Konyolnya, 
ternyata dua
 cecunguk Fendi dan Dedif belum mem-packing barang bawaan mereka! Mau gak mau ini jadi PR tambahan buat gue dan Triya. Ujung-ujungnya kita juga yang harus bergerak membereskan ini karena kalau bukan kita siapa lagi ya kan?😒. Sesuai instruksi dari mereka via BBM chat, dengan sangat terburu-buru gue dan Triya akhirnya membereskan semua barang-barang milik mereka berdua. Dimulai dari baju-baju mereka di jemuran, sendok makan, perlengkapan kamera dan tripod, baju-baju yang tergantung di belakang pintu kamar, perlengkapan mandi, handuk yang dijemur dan lain sebagainya. Gue dan Triya udah gak peduli barang siapa, masuk ke tas yang mana. Yang penting semua masuk jangan sampai ada yang tertinggal (fiuhh).


Setelah semua beres dan barang udah bertumpuk di lobby, gue dan Triya menunggu kedatangan Ipul yang mencari taxi. Tapi ternyata dia datang dengan tangan kosong dan tatapan kecewa. Gak ada taxi yang melintas, katanya. Gue dan Triya mencoba beberapa kali menghubungi line telepon taxi "Burung Biru", nihil juga. Ntah apa yang bikin mereka sulit mendapatkan kendaraan untuk kita di daerah sini. Akhirnya kita meminta bantuan ke Ibu pemilik penginapan untuk mencarikan mobil omprengan ataupun taxi dari orang yang dia kenal. Si Ibu pun menghubungi saudaranya yang mau mengangkut kita ke stasiun dengan tawaran harga yang cukup murah yaitu Rp 50.000,-. Syukurlah... walaupun mobil yang kita tumpangi ini panas dan bau bensin menyengat (bikin mabok cuy) ditambah lagi dengan si bapak sopir yang judes dan galak, akhirnya kita bisa berangkat juga. Gak henti-hentinya kita mengucapkan terima kasih ke Ibu penginapan yang ramah yang udah tulus mau bantu kita yang kebingungan seperti anak hilang 😁


Waktu udah menunjukkan jam setengah tiga sore waktu kita bertiga akhirnya sampai di stasiun Lempuyangan. Kita lalu menurunkan barang yang bertumpuk-tumpuk dari dalam mobil dan membawanya masuk ke dalam stasiun yang penuh sesak. Kebayang gak tuh repotnya kayak apa sampai-sampai si Ipul ngomel sendiri, haha (ngomelin bocah-bocah yang udah bikin kita jadi repot begini maksudnya 😛). 


Setelah menungu sekitar setengah jam dan waktu keberangkatan sudah di depan mata, akhirnya bocah-bocah nyasar Fendi dan Dedif pun kembali. Mereka meminta maaf sambil menceritakan apa yang mereka alami lalu kemudian men-check barang mereka masing-masing (ditemukan celana pendek yang ternyata bukan punya mereka melainkan punya si pemilik penginapan, oops! haha). Gak lama kemudian Randy juga muncul. Dia cerita kalau dia baru aja diajak jalan-jalan sama temannya dan membeli beberapa kotak bakpia yang paling enak (katanya). 

Setelah semua beres dan berkumpul kita pun kemudian masuk ke dalam kereta. Di dalam gerbong kereta ekonomi tujuan Jakarta ini udara terasa panas dan gak nyaman (agak bau pesing). Padahal waktu melewati beberapa gerbong lainnya tadi AC terasa dingin dan ruang gerbong wangi. Sepertinya hari ini kita memang lagi kurang beruntung karena selain beberapa insiden sejak pagi tadi, kali ini kita juga dapat tempat duduk di dalam gerbong dengan kondisi seperti yang udah gue jelaskan tadi. Alhasil, kita cuma bisa saling diam dan cemberut sepanjang perjalanan alias gak enjoy trip seperti waktu keberangkatan dari Jakarta menuju Jogja sebelumnya (mungkin karena lelah juga). Untung ada Fendi yang jago ngerubah suasana. Dia mengajak kita memainkan permainan yang seru untuk dimainkan rame-rame. Benar aja, walaupun keringat bercucuran, kita kembali bisa ketawa-ketiwi bareng lagi. :)


Lelah sebenar-benarnya lelah. Dan gue tetap jadi satu-satunya orang yang tanpa tidur. Iseng pun dimulai, hihi :P


Sembilan jam perjalanan pun berakhir juga. Kereta berhenti di stasiun pasar Senen tepat pukul 00.00 lewat. Seperti waktu berangkat, kita kembali dijemput oleh supir charteran angkot 09. Ternyata dia udah nunggu di parkiran dari sejak jam setengah 12. Angkot langsung melaju menuju ke kantor sesaat setelah kita masuk ke dalamnya. Jam setengah dua malam (dini hari) kita pun sampai. Tapi perjalanan belum selesai. Kita masih harus melanjutkan perjalanan dari kantor menuju ke rumah masing-masing. Padahal badan rasanya udah remuk dan mata udah berat banget. Kita pun saling pamit untuk pulang (padahal paginya juga udah harus ngantor dan bakal ketemu lagi, haha). Fendi yang ternyata udah dijemput ibunya dengan mobil ngajak gue untuk bareng, tapi gue menolak karena sungkan dan jujur agak malas basa-basi 😝. Akhirnya gue pun pulang dengan taxi yang udah dipesan Randy via line telepon. Gue ngerasa agak was-was dan khawatir karena pulang  sendirian dengan taxi tengah malam. Tapi syukurnya si supir ramah dan baik banget, gue pun sampai di rumah dengan selamat tepat di jam 2 dini hari.

Sesampainya di rumah gue gak langsung tidur. Gue harus beres-beres dan bersih-bersih dulu sampai akhirnya gue baru bisa merebahkan badan gue yang super lelah ini tepat di jam 3 kurang ke kasur ternyaman yang udah gue tinggal selama 5 hari. Ahhh... Leganya! Masih ada sisa 3 jam waktu untuk istiahat sebelum akhirnya harus bangun lagi dan kembali ke aktifitas semula (langsung harus ngantorrrr mennn!!!) :(((

EPILOG

Begitulah kisah perjalanan gue selama 5 hari di Jogja bersama orang-orang yang karakternya aneh-aneh dan lucu-lucu yang bikin perjalanan jadi lebih berkesan dan ramai tapi agak negangin dan juga ngeselin 👲. Banyak cerita yang bisa dikenang dan diceritakan ulang kalau lagi kumpul-kumpul yang selalu jadi bahan tertawaan. Suka-duka, senang, susah, khawatir, marah, lucu semua ada dalam perjalanan ini. Selain pengalaman seru, kita juga dapat banyak banget moment yang diabadikan melalui lensa kamera. Ada total sekitar 600an foto yang tersimpan di kamera DSLR milik Fendi itu, belum lagi yang kesimpan di memory ponsel masing-masing, haha!

Pengalaman yang gak akan pernah terlupa pastinya. Bahkan sampai cerita ini ditulis pun (gue tulis di tahun 2019, udah 5 tahun yang lalu!) gue masih inget betul moment-moment, kejadian dan semua detail yang terjadi. Mungkin cerita ini akan terus menempel di memory gue dan akan terkenang sampai nanti, sampai anak dan cucu gue baca blog ini. Hehe maap jadi melow :') soalnya kangen banget sama moment ini euyyy!!

Sekian, salam bertualang, jangan lupa ajak teman jalan-jalan dan jangan jaim buat seru-seruan di manapun dan kapanpun!! 

Happy travel, safe travel, enjoy your travel, and get your experience in traveling! ^_^

.





VIDEO SINGKAT PERJALANAN JOGJA
Yang sempat terekam...

Comments