Tawa dan Derita di Balik Perjalanan Borobudur




Candi borobudur, candi umat buddha terbesar di Indonesia dan di dunia ini terletak kurang lebih 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an masehi (source: Wikipedia) dan masuk dalam daftar situs warisan dunia. Borobudur berdiri dengan megah tepatnya di daerah Magelang dengan total pengunjung yang membludak setiap harinya, apalagi saat peak season. Tidak memandang agama maupun ras, sekarang Borobudur menjadi objek wisata yang diminati oleh orang-orang lintas generasi. Nah, walaupun udah beberapa kali mengunjungi tempat ini, Candi Borobudur  tetap masuk dalam tujuan trip gue dan teman-teman. Seperti apa sih rasanya kalau kesini bareng genk? Ternyata ini rasanya.... 😅😅 (Simak cerita serunya yaa...) 

Bermodal sedikit informasi dan arahan dari mbah google, akhirnya kita pun siap jadi anak bolang yang sesungguhnya karena kita gak (lagi) pakai rental mobil. Itulah kenapa kita agak ragu untuk ngebolang karena kita harus ngeteng menggunakan angkutan umum (takut nyasar euy!).

Dengan mantab kita melangkahkan kaki menuju ke pemberhentian awal yaitu halte transjogja (halte MT. Haryono 2) yang kebetulan letaknya persis di seberang jalan dekat tempat kita menginap di daerah Pugeran.

Penampakan halte transjogja yang berukuran "imut" dan
bus transjogja dengan warna hijau
Halte transjogja ternyata gak sebesar halte transjakarta walaupun harga tiketnya sama yaitu Rp 3.500,- aja. Armada yang disediakan juga sepertinya belum banyak karena kita harus menunggu lama kedatangan bus berikutnya setelah bus yang pertama lewat. Akhirnya bus rute 3B datang juga  setelah menungu hampir kurang lebih setengah jam. Fendi dan Ipul yang sempat-sempatnya turun dari halte (saking kelamaan nunggu) untuk mampir ke outlet fried chicken, hampir aja tertinggal.

Naik Transjogja bisa dibilang cukup nyaman walaupun perbandingannya jauh dengan transjakarta. Rute pertama kita yaitu transit menuju halte Tentara Pelajar 1 lalu kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke terminal jombor dengan menggunakan bus rute 2B yang memakan waktu hampir setengah jam alias 25 menit. Seperti namanya, terminal Jombor terletak di desa Jombor kabupaten Sleman Jogja. Terminal ini merupakan tempat perhentian dan pemberangkatan bus-bus ke kota-kota di utara Jogja seperti Semarang dan Magelang.

Di terminal jombor kita sempat kebingungan mencari-cari bus yang bisa membawa kita ke Borobudur, sampai akhirnya beberapa mas-mas datang menghampiri kita dan menanyakan tujuan kita. Awalnya kita berpikiran negatif dan takut dengan mereka (takut dikerjai masalah harga atau hal buruk lainnya). Tapi ternyata mereka adalah orang-orang baik yang benar-benar mau bantu kita dengan tulus tanpa imbalan apapun. Duh.. udah suudzon aja kan tuh. Mereka memberi tahu kita kalau bus tujuan Magelang (candi borobudur) di jam-jam segitu udah jarang. Mereka pun tanpa basa-basi langsung berusaha mencarikan bus yang dimaksud.  Berutung masih ada satu bus terakhir yang akan berangkat dan kita hampir aja ketinggalan. Untungnya masih sempat terkejar, fiuh... Ternyata kita dipertemukan dengan mereka yang mau membantu. Kalau gak ada mereka mungkin gagal lagi kita menuju candi buddha terbesar di dunia itu. Kita pun buru-buru menaiki bus sambil pamit dan gak lupa mengucapkan terima kasih ke semua mas-mas yang udah ngebantu tadi. 

Bus besar yang kita naiki ini sangat sepi penumpang. Di dalamnya cuma ada satu orang penumpang berusia paruh baya dan kita berenam. Kita memilih untuk duduk di bagian depan (area supir). Perjalanan ditempuh cukup lama yakni sekitar kurang lebih 1 jam. Kondektur bus dengan wajah seram dan sangar tiba-tiba datang menagih ongkos. "sembilan puluh ribu ya"katanya dengan nada sangar. Kita pun kaget. Ternyata tarif bus ini terbilang cukup mahal untuk per/ orangnya yaitu Rp 15.000,- . Ya wajar sih, jarak perjalanan bisa dibilang jauh dan bus sepi penumpang. Hmm... baiklah... 

Lagi-lagi beberapa dari cecunguk ini menikmati perjalanan dengan tidur (padahal di dalam bus gersang banget udaranya haha) sedangkan gue dan randy memilih untuk menikmati laju bus yang ugal-ugalan sambil bercanda dan ketawa terbahak-bahak (lupa waktu itu becanda tentang apa pokoknya kita berdua rame sendiri). Maklum, gue sama dia kalau udah gabung emang suka lupa diri. Udah paling ngeklop dan suka seru sendiri :D 

"Borobudur... Borobudur"! teriak kenek yang tiba-tiba aja mengagetkan kita memberi tahu kalau kita udah sampai. Kita pun turun dan bertanya ke orang-orang sekitar di mana letak Candi tersebut. Ternyata lokasinya masih harus ditempuh dengan berjalan kaki dulu selama kurang lebih 15 menit. Yap, cukup jauh. Ada banyak delman, becak dan ojek yang melintas menawarkan untuk mengantarkan kita langsung ke depan Candi Borobudur tanpa harus capek berjalan. Tapi kita lebih memilih untuk jalan kaki sambil seru-seruan. Namanya juga anak bolang kan? Harus strong dan gak boleh manja (padahal mah biar irit :,). Di sela-sela perjalanan di bawah teriknya matahari (kira-kira jam 3an) kita berhenti dan membeli air tebu yang dijual di pinggiran jalan. Lumayan untuk melepas dahaga setelah menempuh perjalanan panjang. 

Setelah perjalanan jauh yang lumayan melelahkan, akhirnya stupa candi Borobudur itu pun terlihat juga (baru kelihatan ujungnya aja kita udah girang banget, haha). Kita pun merayakan pencapaian penuh perjuangan itu. "Oh Borobudur...akhirnya kita sampai juga" kata Dedif mendramatisir. "Akhirnya dendam gagal masuk ke Borobudur kemarin terbalas juga." kata Fendi penuh drama bak semacam sinetron. 😀 Bersyukur, akhirnya tiket yang udah terlanjur kebeli kemarin gak sia-sia. (buat yang belum tau ada kejadian apa, kalian bisa baca di cerita sebelumnya yang berjudul "menoreh kenangan di Jogja" di sini ya!). Kartu entry pass milik pihak candi pun gak jadi dibawa pulang ke Jakarta, hihi (bisa rugi pihak candi kalau sampai kebawa 😜).

Kartu entry pass Borobudur yang akhirnya gak sia-sia :D

Kita pun kembali melanjutkan perjalanan dengan melangkah melewati sebuah pagar kecil untuk masuk ke area Borobudur. Saking luasnya (luas area 85.000 m2 alias 8 setengah hektare. Wow!) jarak yang ditempuh untuk sampai ke candinya sendiri bisa dibilang cukup jauh. Kita harus melewati halaman atau taman paling luar yang mengelilingi area Borobudur dulu, baru sehabis itu melewati area parkir yang luas (ada banyak warung-warung makan di sini), setelah area parkir, kita akan melewati pagar menuju loket dan pintu masuk dengan membayar tiket, lalu kita harus berjalan lagi dengan jarak yang masih agak jauh melewati pelataran atau taman luas di sekitar candi. Nah, barulah di sana terlihat tangga untuk naik ke atas candi. Fiuh... kebayang kan perjuangan jalan kaki kita ini? Belum lagi kita harus menaiki tangga terlebih dahulu untuk mencapai puncak Borobudur yang tinggi itu, haha.

Memasuki pelataran taman area luar Borobudur setelah loket karcis dan pintu masuk

Perjalanan masih jauh. ayo jalan terus :D

Setelah pelataran, kita lagi-lagi masih harus berjalan melewati lapangan Borobudur yang luas

Nah, udah keliatan tuh candinya, ayo semangatttt :D

Udah sampai sih emang, tapi kan masih harus naik tangga lagi, haha




















Sesampainya di atas kita istirahat duduk sebentar, lalu lanjut melihat-lihat relief di setiap labirin, gak lupa juga sekalian berfoto. Suasana Borobudur sore itu sangat ramai dan padat pengunjung. Banyak di antara mereka adalah siswa sekolah yang sedang study tour. Ada juga turis asing yang jumlahnya gak kehitung. Beberapa kali gue berpapasan dengan bule-bule yang serius mendengarkan penjelasan dari guide lokal tentang sejarah Borobudur. Karena Gue penasaran, gue pun ikutan kepo ngupingin percakapan antara si bule dengan si guide. Dari yang gue dengar dan dari ekspresi yang gue lihat sih si bule kagum dan penasaran dengan sejarahnya. Wah, jadi makin bangga rasanya Indonesia punya warisan semegah ini yang bahkan bule pun sampai terkagum-kagum dibuatnya. ☺


Berfoto di salah satu lorong Borobudur

Relief Borobudur yang bernilai sejarah tingi

Puas mengeksplor sambil nenarsisan, kita kemudian duduk di tingkatan teratas Borobudur (stupa mahkota bangunan candi). Kita bersantai sambil menikmati pemandangan sore dari atas candi yang begitu hijau dan subur juga begitu sejuk dan menenangkan. Gak ada satupun dari kita yang gak enjoy. Semua sumringah, tertawa lepas dan tersenyum lebar menikmati moment kebersamaan di lokasi yang indah dan menenangkan ini. Perjuangan yang dicapai yang gak sia-sia pastinya. 😊 (eitss...! Tapi perjuangan belum selesai sampai di sini!)

Kebersamaan yang hakiki. Enjoy momen kebersamaan 😍

Hari semakin sore, terdengar pengumuman yang berkumandang dari pihak Borobudur kalau gerbang masuk ke area akan ditutup (jadi inget tragedi kemarin, haha). Pengunjung beramai-ramai menuju ke exit gate di sebelah utara. Di area ini kita sempatkan untuk belanja souvenir lucu khas Borobudur dulu. Harganya murah meriah. Ada berbagai jenis souvenir unik seperti asbak berbentuk candi (gue beli seharga Rp 5000,- aja!). Sayangnya gue belanja secukupnya aja karena kantong udah semakin tipis, sedangkan barang bawaan udah semakin menggendut, hihi.

Seperti awal kedatangan tadi, kita menyusuri beberapa area dulu untuk menuju ke luar area candi sampai ke terminal bus. Sesampainya di terminal kita lagi-lagi celingak-celinguk kebingungan mencari bus ke arah Jogja. Kita lalu bertanya ke orang-orang yang ada di sekitar situ. Ternyata dan ternyata bus tujuan Jogja udah gak ada yang beroperasi kalau udah lewat dari jam 4 sore. Oh my god, cobaan (baca: tantangan) apa lagi ini? Seketika kita semua lemas dan semakin bingung. Pikiran langsung blank gak tau lagi harus gimana. Gue serahin semua ke tuhan dan ke lima bocah itu. Tapi ternyata mereka pun terlihat putus asa dan gak tau harus berbuat apa, haha. Kita pun memutuskan untuk duduk sejenak menenangkan diri dan menjernihkan pikiran, siapa tau muncul ide-ide baru untuk bisa kembali ke penginapan. Duduknya pun pasrah di trotoar pertigaan yang mana letaknya di tengah-tengah jalur kendaraan 😃. Seketika Fendi menghilang entah kemana. Eee... tiba-tiba dia nongol dengan kantong kresek berisi gorengan ditangannya. "Gue laper, tadi gue makan dulu fried chicken yang dibeli tadi sambil cari gorengan," katanya menjelaskan tanpa ada beban sedikitpun diwajahanya yang konyol itu. Sempat-sempatnya mikirin makan nih anak di keadaan kaya gini, pikir gue. Eh ternyata ide dia membeli gorengan memancing yang lain untuk ikut beli juga. Ckckck... kalau gue udah gak ada nafsu-nafsunya buat makan. 😒

Lagi asik-asik makan gorengan di pinggir trotoar macam anak hilang, tiba-tiba ada sekelompok mas-mas ojek yang memanggil-manggil dari seberang jalan sambil datang mendekat kearah kita. "Kalian lagi nunggu apa to?" tanya seorang mas ojek dengan logat yang medhok dan halus. Pertanyaan mereka langsung dianggap kesempatan emas oleh kita. Kitapun langsung menyerbu dua orang mas-mas ojek itu dengan berbagai pertanyaan. "Apakah ada bus lain yang mengarah ke Jogja di jam-jam sekian? Kalau naik motor berapa biayanya? Jauh gak?" ...dan seterusnya... dan seterusnya. Mas-mas ojek itu menawarkan untuk antar kita sampai ke Jogja dengan hitungan untuk 2 orang aja (per motor RP 40.000,-) sisanya gratis. Antara bingung dengan tawaran mereka, takut merepotkan dan juga takut ditipu kita langsung menolak baik-baik. Mereka pun gak memaksa dan legowo, malah ngasih kita saran untuk charter mobil pribadi alias numpang mobil yang lewat yang mengarah ke Jogja aja.  Emang dasarnya mereka mau tulus membantu kita kali ya? Awalnya kita agak ragu. Tapi akhirnya mau gak mau kita ikuti juga saran mas-mas ojek itu (daripada gak bisa pulang ya kan? haha).

Ipul dan Fendi mulai mencegat beberapa mobil yang lewat, namun gak ada yang mau berhenti dan terus melaju seolah mereka takut (dikira kita begal kali ah 😂). Gak berapa lama sebuah mobil pick-up melintas tepat di depan kita. Ipul pun langsung nyegat mobil itu, kali ini dengan lompatan langsung ke depan mobil biar berhenti. Di dalam ada 3 orang penumpang, dua orang laki-laki termasuk supir dan juga seorang perempuan. Kebetulan mereka memang mengarah ke Jogja dan gak keberatan untuk ditumpangi. Syukurlah... Kita pun dengan girang (kasian 😝) melompat ke losbak bak seekor kambing yang diangkut 😁. Setelah semua siap mobil pun melaju. Ngerasa konyol, kita menikmati perjalanan sambil ketawa-ketiwi karena terpaksa harus begini. Kita merasa kejadian ini menyedihkan tapi juga kocak dan seru banget. Jarang-jarang kan kita naik losbak begini apalagi di kota orang. Ngebolang memang intinya begini, harus mau repot dan berjuang untuk sampai pada sebuah tujuan. Karena perjalanan itu bukan terpaku pada tujuan akhir, tapi fokuslah pada perjalanan itu sendiri (eaaa... bijak sekali).


wajah-wajah anak hilang yang diangkut losbak kaya kambing, haha 😂😂

Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh, tiba-tiba aja mobil yang kita tumpangi ini berhenti. Ipul pun menanyakan ke supir apakah kita sudah sampai, namun ternyata belum. Ternyata mereka cuma bisa memberi tumpangan sampai di sini aja, di daerah yang kita juga gak tau di mana, tepatnya di depan al**mart. Untungnya udah dekat dengan Jogja. Mereka bilang kalau mereka akan berbelok ke arah yang lain, itu kenapa mereka menurunkan kita di sini. Mereka cuma berbaik hati mau mengantar kita setengah jalan karena kebetulan mereka memang lewat jalan yang searah.

Sebagai tanda terima kasih kita berniat untuk kasih imbalan ke mereka berupa sejumlah uang untuk pangganti ongkos dan bahan bakar, tapi mereka malah menolak meskipun kita paksa. Ipul dengan terpaksa melempar uang itu ke arah jendela si supir. Eh, uang malah dilempar balik keluar dan mereka langsung tancap gas. Kita semua terbengong-bengong. Bukan apa-apa, tapi kita takjub dengan kebaikan orang-orang yang ikhlas bantu kita tanpa pamrih itu. Ah, beginikah ternyata kepribadian orang-orang Jogja dan sekitarnya? Sudah beberapa kali dalam satu hari ini kita bertemu dengan orang-orang baik dan ramah yang menyodorkan dan menawarkan bantuan tanpa kita minta duluan. Indahnya hidup kalau semua orang di dunia khususnya di Jakarta juga bisa seperti ini. 😊

Penderitaan belum usai. Kita terlantar selama hampir 2 jam di al**mart menunggu jadwal bus terakhir yang mengarah ke Jogja lewat di jam 20.00. Bapak tukang parkir al**mart baik hatilah yang menyarankan itu. Beliau bilang nanti kalau bus yang dimaksud lewat dia akan bantu menghentikan untuk kita (lagi-lagi ketemu dengan orang baik). Namun apa yang terjadi? Jeng...jeng...jeng! Bus yang dimaksud tadi tidak berhenti ketika si bapak tukang parkir mencoba dan berusaha keras untuk menghentikannya (mungkin bus udah full?). Lagi-lagi kita lemas dan bingung. Harapan terakhir dan satu-satunya yang ditunggu-tunggu selama berjam-jam lewat  dan berlalu begitu aja. Bapak tukang parkir itu bisa membaca kekecewaan di wajah-wajah kita. Dia lalu ambil inisiatif untuk menelepon temannya yang merupakan seorang supir taxi. Lucky? Let's see if we're lucky enough :')

Nungguin satu-satunya harapan terakhir di pinggir jalan kaya anak hilang. Hasilnya zonk hehe

Setelah menunggu sekitar setengah jam, supir taxi itu pun datang. Bapak tukang parkir menjelaskan panjang lebar tentang kita kepada bapak supir taxi dengan menggunakan bahasa Jawa halus, biar si bapak supir taxi mau antar kita karena jaraknya yang cukup jauh (biasanya taxi gak mau antar kalau jarak terlalu dekat atau terlalu jauh). Syukurlah, bapak supir taxi pun bersedia mengantar sampai depan penginapan dengan tarif yang udah ditetapkan yaitu Rp 165.000,-. Triya selaku bendahara langsung meminta uang sebesar Rp 27.500,- per orangnya untuk ongkos. Akhirnya setelah hampir satu jam menikmati mpet-mpetan di dalam taxi, tepat di jam 10 kurang kita sampai juga di penginapan. Alhamdulillahh... setelah perjuangan dan lika-liku yang panjang, gak nyangka kita bisa pulang juga, fiuh...

Kesimpulan dan hikmah yang bisa di ambil dan dijadikan pelajaran dari perjalanan penuh lika-liku ini adalah... kalau kebersamaan dan kekompakan itu ngebantu banget buat nyelesaiin masalah yang bahkan sulit sekalipun. Kita bisa saling nge-backup dan saling kasih masukan. Semua jadi terasa lebih ringan dan fun. Perasaan ragu bisa berubah jadi yakin seyakin-yakinnya.

Kesimpulan lain yang juga  kita dapat dari perjalanan ini adalah, kalau dalam betualang itu kita mau gak mau bakal bertemu orang-orang baik. Dari situ kita akan mengenal adat dan budaya orang di suatu daerah tertentu. Nah, dari perjalanan ini kita jadi tau kalau orang-orang Jogja dan sekitarnya itu adalah orang yang tanpa basa-basi, selalu tulus tanpa pamrih mau membantu yang membutuhkan apalagi setelah tau kalau kita itu pendatang. Alih-alih "ngerjain" untuk menguntungkan diri, mereka justru memudahkan urusan kita biar kita gak keblinger. Orang-orang sini juga terkenal dengan keramah-tamahannya, bukan hanya sekedar ucapan dan mitos belaka. Gue dan kawan-kawan udah mengalaminya secara langsung dan berkali-kali dalam satu hari.

Kesimpulan akhir? Nah ini dia intinya. Jadi kalau ada yang tanya kapok gak? Enggak! Malah nagih banget dan kadang suka rindu kejadian ini, pengen ngulang lagi, haha.  Iklas? Banget! Karena kita susah seneng rame-rame jadi dibawa fun aja gitu.

So?! Kapan kita nyasar bareng lagi Guys?? Kita tunggu aja waktunya.... :))))


Susah senang rame-rame. Kompak dan solid. Itu tim yang asik buat diajak ngebolang :) 

S.E.K.I.A.N

















  





















Comments